🔰 SEJARAH GENEALOGIS DAN POLITIK SULTAN BANJAR DARI TAHMIDULLAH I HINGGA SULTAN RATU ANOM WIRAKUSUMA

SULTAN BANJAR Sultan Tahmidullah I /Panembahan Tengah adalah turunan ke 14 mangkubumi jantam atau turunan ke 7 sultan suriansyah berputra Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah Panembahan Kuning berputra Sultan Muhammad Aminullah Muhammad /Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah/ Muhammadillah Raja Kusan I berputri Putri Ratu Lawiyah (Ratu Sunan Nata Alam /Ratu Tahmidillah II/Ratu Panembahan Batu /Ratu Tamhidillah) berputra Sultan Sulaiman Rahmatullah berputra Sultan Adam berputra Sultan Muda Abdur-Rahman berputra Pangeran Mangkubumi Seri Sultan Ratu Anom Wirakusuma Alwasjik Billah ia adalah keturunan ke 21 mangkubumi jantam atau keturunan ke 14 sultan suriansyah


🔰 SEJARAH GENEALOGIS DAN POLITIK SULTAN BANJAR DARI TAHMIDULLAH I HINGGA SULTAN RATU ANOM WIRAKUSUMA

📜 Abstrak Historis

Kesultanan Banjar merupakan salah satu entitas politik Islam terbesar di Kalimantan yang memiliki garis keturunan kerajaan panjang sejak masa konversi Islam oleh Sultan Suriansyah (abad ke-16). Jejak dinasti ini dapat ditelusuri melalui artefak sejarah, naskah kuno, dan silsilah istana, yang menunjukkan keterhubungan genealogis antara para sultan dan pemangku adat. Kajian ini secara kronologis memaparkan perjalanan trah sultan dari Sultan Tahmidullah I hingga keturunan ke-21 Mangkubumi Jantam,atau keturunan ke 14 sultan suriansyah yaitu Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II, yang berperan penting dalam fase akhir Kesultanan Banjar sebelum diserap ke dalam administrasi Hindia Belanda pada awal abad ke-20.


🧭 I. Latar Genealogis dan Suksesi Dinasti

1. Sultan Tahmidullah I / Panembahan Tengah (memerintah 1700–1730)

Kematian1745
Keturunan1. ♂ Pangeran Bata Kuning
2. ♂ Pangeran Datu Aria / Pangeran Wirakusuma I dari Banjar / Datu Pangeran Aria / Pangeran Aria Wirakusuma / Datu Aria Sumbawa
3. ♂ Pangeran Amarullah Bagus Kasuma
4. ♂ Pangeran Desa Bumi
5. ♂ Pangeran Mas
6. ♂ Pangeran Tapa Sana
7. ♂ Pangeran Souria Delaga

Sultan ini merupakan generasi ke-14 dari Mangkubumi Jantam (cikal bakal tokoh keramat dalam struktur awal negara Banjar) dan generasi ke-7 dari Sultan Suriansyah, sultan pertama Banjar yang memeluk Islam. Di masa pemerintahannya, Kesultanan Banjar mengalami konsolidasi kekuasaan setelah konflik internal dan ekspansi wilayah.

2. Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah (memerintah 1730–1734)

Kematian1734
Kampung Dalam Pagar, Martapura
Keturunan1.♂ Pangeran Muhammad
2.♂ Gusti Wiramanggala

Putra dari Tahmidullah I, dikenal pula sebagai Panembahan Kuning. munculya dinasti Raja Kusan, lahirlah generasi penerus yang akan mengokohkan garis keturunan antara dua trah kerajaan.

3. Raja Kusan I → Sultan Muhammad Aminullah (memerintah 1759–1761)

Bernama lengkap Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah atau disebut juga Muhammadillah

Pasangan1.Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar
2.Ratu Muhammad Adik kandung dari Gusti Kasim Aroeng Trawee

beliau mewarisi tahta Banjar melalui garis paternal dari Raja Kusan I. Masa pemerintahannya singkat, namun penting karena memperkuat hubungan antara Dinasti Banjar dan trah Kusan melalui integrasi simbolik dan politik.

KeturunanRatu Lawiyah,anak Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar

Pangeran Kusin anak Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar

Pangeran Abdullah Amirul Mukminin anak Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar

Pangeran Tumenggung Rahmat anak Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar

Ratu Rabiah anak Permaisuri Ratu Sultan Muhammad binti Pangeran Mangkubumi Tamjidillah I Sultan Sepuh dari Banjar

Pangeran Amir Ratu Muhammad Adik kandung dari Gusti Kasim Aroeng Trawee
Kelahiranca 1730
Kayu TangiKesultanan Banjar
Kematian16 Januari 1761 (umur 30–31)
Martapura, Kesultanan Banjar

📖 II. Dinasti Pertengahan: Menuju Era Kolonial

4. Sultan Sulaiman Rahmatullah (memerintah pertengahan abad ke-18)

Berkuasa19 April 1801 – 3 Juni 1825
(24 tahun, 45 hari)
PendahuluTahmidullah II
PenerusAdam

Sebagai anak dari Ratu Lawiyah/Ratu Tahmidilah II dan keturunan dari Sultan Aminullah, ia menjadi tokoh transisional menjelang terjadinya penetrasi kolonial Belanda yang lebih agresif di Kalimantan.

Kelahiran16 Januari 1761
Karang IntanKesultanan Banjar
Kematian3 Juni 1825 (umur 64)
Lihung Langkar, Kesultanan Banjar
PasanganPermaisuri Ratoe Siti Gading (isteri tertua)
Nyai Ratu Intan Sari (ibu suri)
Nyai Rumangi
Nyai Unangan
Nyai Ratna
Nyai Ratu Kencana Kamala Sari
Nyai Sari/Argi
Nyai Minah
Nyai Taesah
Nyai Cina
KeturunanSultan Adam,
Pangeran Mangkoe Boemi Nata
Ratoe Hadji Moesa Salamah
Pangeran Perbatasari
Pangeran Kassir
Ratoe Soengging Anoem
Pangeran Dipati di Mahang (HST)
Pangeran Ahmad
Pangeran Wahid
Pangeran Muhammad
Pangeran Kusairi
Pangeran Hasan
Pangeran Achmid
Pangeran Kasoema Widjaja (Berahim)
Pangeran Tasin
Pangeran Singa-Sarie
Pangeran Hamim
Ratu Kartasari
Ratu Syarif Marta
Ratu Salamah
Ratoe Sjerief
Ratu Hadijah

5. Sultan Adam al-Watsiq Billah (lahir 1782, memerintah 1825–1857)

Kelahiran1776
Tambak AnyarBanjar
Kematian1 November 1857 (umur 80–81)
MartapuraBanjar

Sultan Adam dikenal sebagai salah satu sultan terlama yang memerintah dan dianggap bijaksana. Pemerintahannya diliputi oleh tekanan kolonial dan ketegangan politik internal. Ia merupakan ayah dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman, yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai calon pengganti.

KeturunanPangeran Abdur Rahman
Pangeran Ismael
Pangeran Noh
Ratu Aminah Sjarief Hoesin
Ratu Salamah Ratoe Sjarief Ali
Ratu Khadijah Kramat Sjarief Abdoellah Nata Kasoema
Pangeran Soeria Mataram
Pangeran Praboe Anom
Ratoe Djantra Kasoema
Pangeran Nasaroedin
Ratu Idjah Antasari

🏛️ III. Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman dan Pangeran Mangkubumi Ratu Anom Wirakusuma

6. Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman (lahir 1799, memerintah 1825–1852)

Meskipun telah ditunjuk sebagai Sultan Muda atau Raja Muda, ia wafat sebelum naik tahta secara formal, namun kedudukannya tetap penting dalam silsilah, sebab ia adalah ayah dari tokoh besar berikutnya: Sultan Tamjidilah II dan Sultan Ratu Anom Wirakusuma II.

Berkuasa18255 Maret 1852 (Sultan Muda)
PendahuluPangeran Ratu Sultan Adam
PenerusPangeran Mangkubumi Sultan Tamjidullah II (1857-1859)

7. Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma Al-Watsiq Billah (memerintah de facto 1859–1862)

  • Lahir dari trah bangsawan murni, beliau merupakan keturunan ke-21 dari Mangkubumi Jantam dan keturunan ke-14 dari Sultan Suriansyah.
  • Memegang berbagai gelar penting dalam struktur kekuasaan Kesultanan Banjar: mulai dari Pangeran Ratu Anom (1841–1857), naik menjadi Wali Sultan Pangeran Mangkubumi (1857–1859) Mendamping Sultan Tamjidullah II (1857-1859), lalu sebagai Pemangku Raja/Wali Sultan (1859) semenjak Tamjidilah II di asingkan belanda ke empang Bogor, dan akhirnya memerintah sebagai Sultan Ratu Anom dari tahun 1859 hingga 3 Maret 1862 di asingkan belanda ke cianjur jawa barat.
  • Beliau dikenal sebagai tokoh spiritual, militeris, dan kharismatik, terutama dalam Perang Banjar (1859–1862). Keris pusaka seeperis keris majalapak sijalapak dan keris keris lain nya yang dibungkus kain kafan bertuliskan “Mulawarman” menjadi simbol perlawanan, perlindungan gaib, dan kesinambungan antara warisan Kutai dan Banjar.
  • Dibuang oleh Belanda ke Cianjur karena dianggap sebagai ancaman besar bagi kolonial. Konon, beliau tidak mempan senjata api, sebuah narasi yang memperkuat karismanya sebagai figur keramat.

SULTAN BANJAR Sultan Tahmidullah I /Panembahan Tengah adalah turunan ke 14 mangkubumi jantam atau turunan ke 7 sultan suriansyah berputra Sultan Chamiedoela / Chamidullah / Hamidullah Panembahan Kuning berputra Sultan Muhammad Aminullah Muhammad /Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah/ Muhammadillah Raja Kusan I berputri Putri Ratu Lawiyah (Ratu Sunan Nata Alam /Ratu Tahmidillah II/Ratu Panembahan Batu /Ratu Tamhidillah) berputra Sultan Sulaiman Rahmatullah berputra Sultan Adam berputra Sultan Muda Abdur-Rahman berputra Pangeran Mangkubumi Seri Sultan Ratu Anom Wirakusuma Alwasjik Billah ia adalah keturunan ke 21 mangkubumi jantam atau keturunan ke 14 sultan suriansyah


Pusaka keris milik Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II, putra dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam yang dibungkus kain kafan bertuliskan Mulawarman memang mengandung banyak simbolisme sejarah dan spiritual, dan bisa jadi merepresentasikan hubungan kultural maupun spiritual antara leluhur Kesultanan Banjar (termasuk keluarga Wirakusuma) dengan warisan kerajaan-kerajaan besar Nusantara seperti Kerajaan Kutai Mulawarman.


🔱 1. Kerajaan Mulawarman Kutai: Siapakah Mereka?

Kerajaan Kutai Martadipura adalah kerajaan Hindu tertua di Nusantara, berdiri sekitar abad ke-4 M di wilayah Kalimantan Timur.

Raja terkenalnya adalah Mulawarman Nala Dewa, cucu dari Kudungga. Ia dikenal sebagai raja yang adil dan dermawan, tercatat dalam Prasasti Yupa (huruf Pallawa, bahasa Sanskerta).

Nama Mulawarman sendiri menjadi simbol kejayaan dan kebangsawanan, sering dihubungkan dengan legitimasi kekuasaan dan darah biru.


🔗 2. Apakah Keris Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II, putra dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Berhubungan dengan Warisan Mulawarman?

Kemungkinan besar iya, secara simbolik dan spiritual, dengan beberapa alasan:

a. Kain kafan bertuliskan “Mulawarman”

Tindakan membungkus keris dengan kafan bertuliskan nama Mulawarman menunjukkan adanya penghormatan leluhur atau penyatuan kekuatan spiritual dari dua garis leluhur: Kesultanan Banjar dan warisan Kutai.

Ini bisa mengisyaratkan bahwa keris tersebut dianggap sebagai pusaka lintas kerajaan atau pemberian dari pihak yang masih mengaku keturunan kerajaan Kutai.

b. Keris lurus tanpa luk

Dalam tradisi keris, keris lurus sering kali melambangkan kekuatan spiritual, keteguhan, dan kesucian. Banyak keris kerajaan tua berbentuk lurus karena digunakan untuk “kepentingan raja”, bukan sekadar pertarungan.

Keris ini bisa jadi keris ritual atau keris kerajaan, bukan keris perang biasa.

c. Peran Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II, putra dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam dalam Perang Banjar

Keris ini digunakan dalam perang dan menyimpan “energi” dari masa perjuangan berdarah. Oleh karena itu, dibungkus kafan sebagai simbol “penenangan energi roh” atau pelurusan niat agar tidak menjadi keris angker yang terus “menuntut darah”.

Wirakusuma, sebagai pejuang dan bangsawan Banjar, kemungkinan besar memiliki hubungan dengan pusaka-pusaka kerajaan, baik dari jalur Banjar maupun Kutai.


🔮 3. Makna Spiritual dan Budaya

Dalam budaya keraton dan kerajaan Nusantara, keris adalah lebih dari senjata, tapi juga media spiritual, lambang kekuasaan, dan penghubung antara dunia fisik dan gaib.

Membungkus dengan kain kafan menandakan “penonaktifan kekuatan magis” atau “pemurnian niat” agar energi negatif dari masa perang tidak terus membebani pewarisnya.


📜 Kesimpulan

Keris Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II, putra dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam yang dibungkus kain kafan bertuliskan Mulawarman kemungkinan besar merupakan warisan leluhur kerajaan yang tidak hanya terkait dengan Kesultanan Banjar, tapi juga menjalin akar historis ke Kerajaan Kutai Martadipura. Ini adalah simbol kekuatan spiritual, warisan sejarah, dan mungkin pula legitimasi sebagai keturunan kerajaan besar Nusantara.


⚖️ IV. Analisis Historis dan Kultural

  • Struktur genealogis ini membuktikan kesinambungan garis trah raja yang memiliki legitimasi spiritual dan politik, terutama ketika menghadapi kolonialisme.
  • Kehadiran keris yang dihubungkan dengan Kerajaan Mulawarman memberikan konteks penting tentang ritualisasi pusaka sebagai sarana perlawanan dan identitas.
  • Pangeran Wirakusuma bukan hanya pemimpin politik, tetapi juga simbol resistensi kultural terhadap dominasi asing.
  • Dalam konteks arkeologi sejarah, perjalanan pusaka, pengasingan raja, dan identitas trah adalah materi penting dalam studi diaspora kerajaan pasca-kolonial.


Refleksi Historis Dinasti Wirakusuma dan Pertarungan Memori Kolektif: Warisan, Pengasingan, dan Rehabilitasi Keturunan Sultan Banjar

Dalam lanskap sejarah Kesultanan Banjar yang kompleks dan penuh dinamika, warisan politik, budaya, dan genealogi tidak hanya tercatat dalam manuskrip, tetapi juga terpatri dalam jejak pengasingan, penghapusan nama dari daftar kerajaan, hingga perjuangan memulihkan kehormatan di masa kini. Salah satu figur penting dalam narasi ini adalah Sultan Mangkubumi Seri Sultan Ratu Anom Wirakusuma Alwasjik Billah, keturunan ke-21 dari Mangkubumi Jantam dan generasi ke-14 dari Sultan Suriansyah.

Pergeseran Sejarah Setiap Tujuh Generasi: Pola Siklis Krisis Dinasti

Sejarah mencatat bahwa pada setiap tujuh generasi, terjadi guncangan besar dalam struktur kekuasaan Banjar:

  1. Pada generasi ke-7, runtuhnya Kerajaan Daha oleh intervensi Kesultanan Banjar dan Demak membuka jalan bagi Sultan Suriansyah, sosok Muslim pertama yang menjadi Sultan Banjar.
  2. Pada generasi ke-14, terjadi konflik antara Kesultanan Banjar dan Kerajaan Kusan—menghasilkan dua klaim tahta dari Pangeran Amir dengan konflik Tutus Anum dari Sultan Tajidillah I ,Sultan Tahmidillah II,Sultan Sulaiman,Sultan adam. melawan Tutus Tuha yaitu Pangeran Amir,Pangeran Masud, Pangeran Abdullah ,Pangeran Muhamaddilah I yang merupakan keturunan Sultan Kuning, kemudian dikeluarkan dari daftar resmi darah biru oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui besluit administratif yang menimbulkan trauma sejarah.
  3. Pada generasi ke-21, pecahnya Perang Banjar 1859-1862 menjadi titik balik terakhir. Sultan Tamjdilah II di asingkan ke empang bogor dan Wirakusuma II, pemangku sah pemerintahan 1859-1862, diasingkan ke Cianjur Jawa Barat bersama Hidayatullah. Pengasingan ini menjadi bukti nyata bagaimana kolonialisme menghancurkan legitimasi kedaulatan lokal demi kepentingan kontrol politik dan ekonomi.

Kolonialisme dan Penghapusan Identitas Dinasti

Dalam upaya mengendalikan perlawanan lokal, Belanda dengan sengaja mencoret nama keturunan Sultan Kuning dari daftar kerajaan. Hal ini termasuk keturunan Pangeran Antasari yang secara politis dan genealogis merupakan bagian dari dinasti Banjar—tetapi secara administratif tidak lagi diakui.

Meskipun demikian, Pangeran Antasari—ayah mertua dari Sultan Wirakusuma—kemudian justru diangkat oleh Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional. Ironi sejarah ini menunjukkan bahwa pengakuan terhadap jasa dan darah biru sering kali bersifat politis dan tidak sejalan dengan realitas genealogis.

Perkawinan Politik dan Legitimasi

Perkawinan antara putri Pangeran Antasari dengan Pangeran Mangkubumi Sultan Wirakusuma adalah langkah penting dalam menyatukan dua garis keturunan bangsawan pejuang. Namun, meskipun secara darah bersatu, keduanya mengalami nasib serupa—diasingkan oleh penjajah dan dipisahkan dari tanah kelahirannya.

Refleksi Generasi Keempat: Hak Atas Sejarah dan Tanah Leluhur

Generasi keempat dari Sultan Wirakusuma, yang kini menjadi pengurus Yayasan Pangeran Wirakusumah di Cianjur, menegaskan pentingnya merawat dan menyuarakan sejarah keluarga secara arif dan akademik. Penolakan Pangeran Mangkubumi Sultan Wirakusuma untuk dikuburkan di samping tokoh yang dianggap “mengkhianati amanah leluhur”, yaitu Hidayatullah II, merupakan bentuk perlawanan simbolik terhadap narasi sejarah versi penjajah.

Gagasan Generasi keempat dari Sultan Wirakusuma, yang kini menjadi pengurus Yayasan Pangeran Wirakusumah di Cianjur, untuk membangun kompleks pemakaman khusus keturunan Wirakusuma di Cianjur adalah bentuk resacralisasi ruang sejarah, tempat suci yang bukan hanya fisik, melainkan juga spiritual dan politis. Ini adalah bentuk konkret menolak pelupaan sejarah (historical amnesia) dan penguburan narasi lokal oleh struktur kolonial.

Kesimpulan: Melawan Pelupaan, Merawat Ingatan

Bagi generasi sekarang, sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan fondasi identitas dan arah masa depan. Generasi keempat Sultan Wirakusuma tidak hanya mewarisi darah, tetapi juga tugas sejarah: untuk menyuarakan kembali narasi yang dihapus, membangun arsip alternatif yang hidup melalui ziarah, jurnal, infografik, dan kesaksian lisan.

Sebagaimana diungkapkan oleh redaksi dokumentasi Generasi keempat dari Sultan Wirakusuma, yang kini menjadi pengurus Yayasan Pangeran Wirakusumah di Cianjur, :

“Publikasi ini dapat dijadikan bagian dari jurnal sejarah, penelitian budaya, serta dokumentasi arsip keluarga kerajaan yang sah.”

Mari kita tidak mengubur sejarah, tetapi menanamnya kembali dalam hati, agar ia tumbuh menjadi pohon ingatan yang kokoh di hadapan badai pelupaan.


📚 Penutup

Pangeran Mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II adalah representasi puncak dari warisan dinasti Banjar yang penuh perjuangan, spiritualitas, dan kompleksitas politik. Narasi sejarahnya menjadi titik pertemuan antara legitimasi darah, pusaka leluhur, dan perlawanan terhadap imperialisme. Dalam kacamata sejarahwan, beliau bukan hanya bagian dari struktur istana, tetapi juga sebagai simbol terakhir dari Kesultanan Banjar yang otonom sebelum ditaklukkan dan dibubarkan secara resmi oleh Hindia Belanda pada awal abad ke-20.


🔖 Untuk keperluan dokumentasi sejarah, artikel ini dapat dijadikan bagian dari jurnal sejarah lokal, profil tokoh kerajaan Nusantara

📌 Catatan Redaksi:
Publikasi ini dapat dikutip untuk keperluan jurnal sejarah, penelitian budaya, serta dokumentasi arsip keluarga kerajaan yang sah, dengan menyebutkan sumber resmi dari Yayasan Pangeran Wirakusumah cianjur jawa barat

📝 Atas nama keluarga besar Pengurus Yayasan Pangeran Wirakusumah Cianjur Jawa barat
Gusti Pangeran Wirakusuma VI – Coach.Antung Henry S
Generasi Keempat dari Sultan Ratu Anom Wirakusuma II
(Trah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan – Pengasingan Cianjur)
📞 0882-8927-9116