Syekh Muhammad Nafis al-Banjari (1735–±1812), yang juga dikenal sebagai Datu Nafis, adalah salah satu ulama sufi besar dari Kalimantan Selatan yang berasal dari garis keturunan langsung Sultan Suriansyah, sultan pertama Banjar yang memeluk Islam. Lahir di Martapura, beliau dikirim oleh Kesultanan Banjar untuk menuntut ilmu ke Makkah, di mana ia berguru kepada para ulama besar dunia Islam dan mencapai derajat Syekh al-Mursyid.
Sebagai tokoh tarekat dan penulis kitab Ad-Durrun Nafis, beliau memiliki pengaruh besar dalam penyebaran ilmu tasawuf tingkat tinggi di Nusantara. Karyanya banyak dibaca di pesantren dan surau sejak abad ke-18, meski sempat dianggap kontroversial karena mengandung pemikiran mendalam tentang tauhid, wahdatul wujud, dan spiritualitas Islam.
Selain menulis kitab, Syekh Nafis juga aktif dalam menyebarkan Islam ke pedalaman Kalimantan melalui tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah, menjadikannya pelopor penting dalam proses Islamisasi wilayah Kalimantan Tengah dan Selatan.
Beliau wafat di Binturu, Kelua, Tabalong, dan kini makamnya menjadi tempat ziarah penting. Syekh Muhammad Nafis dikenang sebagai simbol perpaduan bangsawan, ulama, dan pejuang spiritual, serta salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam Banjar dan tasawuf Melayu.

Julukan: Datu Nafis
Tempat Lahir: Martapura, Kesultanan Banjar
Tempat Wafat & Makam: Mahar Kuning, Desa Binturu, Kelua, Tabalong, Kalimantan Selatan
Bidang: Ulama, sufi, penulis kitab tasawuf
Garis Keturunan: Bangsawan Banjar – Keturunan langsung dari Sultan Suriansyah, Sultan pertama Banjar yang memeluk Islam.

Silsilah Lengkap
Muhammad Nafis bin Idris bin Gusti Husein bin Ratu Anum Kasuma Yuda bin Pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin Sultan Tahlilullah bin Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Mustainbillah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah
Ini menjadikan beliau bagian dari dinasti utama Kesultanan Banjar dan pewaris legitimasi dakwah Islam di Kalimantan Selatan.
Pendidikan & Karier Keilmuan
- Dikirim oleh Sultan Banjar untuk menuntut ilmu di Makkah.
- Berguru kepada ulama-ulama besar seperti:
- Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari, Syekh al-Azhar.
- Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Madani, guru tasawuf juga dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
- Meraih gelar “Syekh al-Mursyid”, yang mengakui otoritasnya dalam mengajar ilmu tarekat dan tasawuf.
Afiliasi Tarekat
Syekh Muhammad Nafis dikenal menganut dan mengamalkan berbagai tarekat besar seperti:
- Qadiriyah
- Syattariyah
- Naqsyabandiyah
- Khalwatiyah
Beliau dikenal tegas dalam menentang penindasan dan mendukung pembebasan spiritual dan sosial umat Islam, terutama di daerah pedalaman.

Karya Tulis
- Kanzus Sa’adah
- Berisi istilah dan konsep-konsep dalam ilmu tasawuf.
- Masih berbentuk manuskrip, belum ditemukan versi cetaknya.
- Ad-Durrun Nafis(Fi Bayani Wahidati al-Af’al wa al-Asma’ wa al-Shifat wa al-Zat al-Taqdisi)
- Karya monumental yang menjelaskan tauhid tingkat tinggi: pengesaan perbuatan, nama, sifat, dan zat Allah.
- Ditulis tahun 1200 H / 1775 M di Makkah, selesai pada malam 27 Muharram.
- Kitab ini:
- Sangat populer di masjid dan surau Kalimantan sejak abad ke-18.
- Kontroversial karena mendekati pemikiran tasawuf tinggi ala Ibnu Arabi dan Abu Yazid al-Busthami.
- Diduga pernah dicekal karena ditakuti menginspirasi semangat jihad melawan Belanda.
Wafat dan Warisan
- Diperkirakan wafat pada tahun 1812 M, sekitar usia 76-77 tahun.
- Dimakamkan di Binturu, Kelua, Tabalong, yang kini menjadi objek wisata ziarah.
- Dianggap hidup sezaman dan sejajar dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, tetapi dengan penekanan kuat pada tasawuf falsafi dan tarekat.
Pentingnya Syekh Muhammad Nafis dalam Sejarah Banjar dan Islam Nusantara
- Simbol perpaduan antara bangsawan, ulama, dan pejuang spiritual.
- Salah satu pionir Islamisasi pedalaman Kalimantan lewat tarekat.
- Kitab Ad-Durrun Nafis menjadi warisan tasawuf Melayu yang sangat bernilai.