“Dari Ken Arok ke Bhre Tumapel: Jejak Dinasti Singhasari Hingga Naungan Majapahit”

“Dari Ken Arok ke Bhre Tumapel: Jejak Dinasti Singhasari Hingga Naungan Majapahit”

“Dari Ken Arok ke Bhre Tumapel: Jejak Dinasti Singhasari Hingga Naungan Majapahit”

Kisah ini mengulas perjalanan panjang Dinasti Singhasari, dimulai dari Ken Arok yang mendirikan Tumapel pada abad ke-13, perebutan tahta yang diwarnai intrik politik, hingga masa kejayaan Kertanagara yang memperluas pengaruh ke luar Jawa. Setelah runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang, wilayah ini berubah menjadi daerah bawahan penting di bawah Majapahit dengan gelar Bhre Tumapel. Lewat daftar raja, pejabat, dan adipati, tersingkap bagaimana pergulatan kekuasaan dan diplomasi membentuk sejarah politik Jawa pada masa itu.

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan ringkasan sejarah ini dapat terselesaikan. Naskah ini disusun untuk memberikan gambaran yang jelas, ringkas, dan terstruktur mengenai perjalanan Dinasti Singhasari, mulai dari pendirinya, Ken Arok, hingga berakhirnya kekuasaan Tumapel dan peralihannya menjadi wilayah bawahan Majapahit dengan gelar Bhre Tumapel.

Dalam penyusunan ini, berbagai sumber sejarah seperti PararatonNagarakretagama, prasasti-prasasti kuno, dan kidung-kidung Jawa kuno digunakan untuk merangkai kembali kisah yang sarat intrik politik, peperangan, dan diplomasi. Harapannya, pembaca dapat memahami bukan hanya urutan peristiwa, tetapi juga dinamika sosial dan politik yang melatarbelakangi perubahan besar pada abad ke-13 hingga abad ke-15 di tanah Jawa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini di masa mendatang. Semoga naskah ini bermanfaat bagi para pembaca, pemerhati sejarah, dan generasi muda yang ingin menelusuri jejak kejayaan Nusantara.

Cianjur, 9 Agustus 2025
Penulis

Pendahuluan

Sejarah Nusantara pada abad ke-13 hingga ke-15 adalah masa yang sarat dengan dinamika politik, perebutan kekuasaan, dan ekspansi wilayah. Salah satu kerajaan yang memainkan peran penting pada periode ini adalah Kerajaan Tumapel atau Singhasari, yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Dari awal berdirinya, kerajaan ini telah diwarnai oleh intrik keluarga, kudeta, dan aliansi politik yang membentuk jalannya sejarah Jawa.

Singhasari mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Kertanagara, raja terakhir sekaligus terbesar dalam sejarah kerajaan ini. Di masanya, Singhasari berani menantang kekuasaan Mongol, memperluas pengaruh hingga Sumatra, Bali, Pahang, dan wilayah lain di luar Jawa. Namun, keberanian ini diiringi oleh lemahnya pertahanan dalam negeri, yang pada akhirnya membuka peluang bagi pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292.

Runtuhnya Singhasari tidak berarti berakhirnya warisan politik Wangsa Rajasa. Melalui sosok Raden Wijaya, keturunan langsung dinasti ini, lahirlah Kerajaan Majapahit yang kelak menjadi salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Wilayah Tumapel pun berubah status menjadi daerah bawahan utama Majapahit, dipimpin oleh penguasa bergelar Bhre Tumapel.

Penelusuran ini tidak hanya menyajikan daftar raja, pejabat, dan adipati yang pernah berkuasa, tetapi juga mengungkap konteks sejarah yang melatarbelakanginya. Dengan memahami perjalanan ini, kita dapat melihat bahwa sejarah Singhasari bukan sekadar rangkaian pergantian tahta, tetapi juga cerminan dari strategi, diplomasi, dan pergulatan kekuasaan yang membentuk wajah politik Nusantara.

Sinopsis

Naskah ini mengisahkan perjalanan Kerajaan Tumapel atau Singhasari sejak didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 hingga berubah menjadi wilayah bawahan Majapahit. Berawal dari perebutan kekuasaan yang sarat intrik, kisah ini memaparkan masa pemerintahan bersama Wisnuwardhana dan Mahisa Campaka sebagai upaya rekonsiliasi Tumapel–Kediri, hingga puncak kejayaan di era Kertanagara yang berani menantang Mongol dan memperluas wilayah ke luar Jawa.

Namun, ambisi ekspansi ke luar negeri membuat pertahanan dalam negeri melemah, hingga pada 1292 Jayakatwang melancarkan pemberontakan yang mengakhiri riwayat Singhasari. Dari puing keruntuhan ini, Raden Wijaya bangkit, memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol untuk mendirikan Majapahit, dan menempatkan Tumapel sebagai daerah bawahan penting yang dipimpin Bhre Tumapel.

Melalui penyajian daftar raja, pejabat, dan adipati, serta konteks sejarah yang mengiringinya, naskah ini menuntun pembaca menelusuri jejak kejayaan, konflik, dan transisi kekuasaan yang mewarnai sejarah Jawa abad ke-13 hingga ke-15.

Kerajaan Janggala adalah salah satu kerajaan penting di Jawa Timur pada abad ke-11, hasil pembelahan wilayah oleh Raja Airlangga pada tahun 1042. berikut adalah ringkasan yang rapi dan terstruktur supaya lebih mudah dipahami:


Kerajaan Janggala (1042 – ±1135)

Letak dan Wilayah

  • Ibu kota: Kahuripan (diperkirakan berada di Porong, Sidoarjo).
  • Wilayah kekuasaan: Dari pesisir utara Jawa Tengah (Blora) hingga pesisir utara Jawa Timur (Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan), mengikuti aliran Sungai Bengawan Solo sampai muara laut.
  • Pelabuhan utama: Hujung Galuh (kemungkinan besar Surabaya sekarang), yang menjadi pelabuhan penting sejak masa Singhasari, Majapahit, hingga Hindia Belanda.

Bahasa dan Agama

  • Bahasa: Jawa Kuno, Sanskerta.
  • Agama: Hinduisme, Buddhisme, Animisme.

Asal-usul Nama

  • Kata Janggala berasal dari bahasa Sanskerta jaṅgala (जङ्गल) yang berarti “tanah kering dan gersang”.
  • Nama ini juga dihubungkan dengan Hujung Galuh, yang dalam catatan Tiongkok tahun 1225 disebut Jung-ya-lu (Zhu Fan Zhi oleh Zhao Rugua).
  • Prasasti Kamalagyan (1037 M) dan prasasti sebelumnya seperti Prasasti Telang (903 M) dan Prasasti Sangsang (907 M) menyebut kawasan ini sebagai muara penting antara Sungai Bengawan dan laut.

Latar Belakang Berdirinya

  • Tahun 1042, Airlangga membagi Kerajaan Medang Kahuripan menjadi dua:
    1. Janggala – berpusat di Kahuripan.
    2. Panjalu (Kadiri) – berpusat di Daha.
  • Pembelahan ini bertujuan mencegah perebutan takhta di antara dua putra pewaris.

Penguasa Janggala

  1. Mapanji Garasakan (1042 – 1052)
  2. Alanjung Ahyes (1052 – 1059)
  3. Samarotsaha (1059 – ?)

Akhir Kekuasaan

  • Sekitar tahun 1135, Janggala ditaklukkan oleh Raja Jayabaya dari Kediri, sehingga wilayahnya digabung menjadi satu kerajaan besar: Kadiri (Panjalu).

Peran Selanjutnya

  • Pada masa Majapahit, wilayah Janggala menjadi daerah bawahan yang dikuasai oleh pejabat bergelar Bhre Kahuripan.
  • Nama Kahuripan dan Hujung Galuh tetap digunakan sebagai penanda wilayah pelabuhan strategis.

Bagian ini menjelaskan latar belakang berdirinya Kerajaan Janggala secara cukup rinci, jadi kalau diringkas dan disusun sistematis, kira-kira seperti ini:


Berdirinya Kerajaan Janggala

1. Pusat Pemerintahan

  • Berpusat di Kahuripan (Porong, Sidoarjo).
  • Menurut Prasasti Terep (1032 M), kota Kahuripan didirikan Airlangga setelah ibu kota lama Watan Mas (Wotanmas Jedong, Mojokerto) hancur pada tahun 1031.
  • Penghancuran dilakukan oleh Ratu Dyah Tulodong, penguasa Kerajaan Lodoyong (Tulungagung sekarang).

2. Latar Belakang Pembagian Kerajaan

  • Tahun 1042, Airlangga menghadapi masalah suksesi akibat persaingan antar anaknya.
  • Putri sulung, Sanggramawijaya Tunggadewi, sebenarnya pewaris sah takhta (disebut dalam Prasasti Cane 1021 – Pasar Legi 1043), tetapi memilih menjadi pertapa Buddha dengan nama Dewi Kili Suci.
  • Pewaris selanjutnya adalah Sri Samarawijaya (disebut dalam Prasasti Pucangan 1041 M).
  • Mapanji Garasakan juga menuntut hak takhta.

3. Peran Mpu Bharada

  • Airlangga meminta bantuan gurunya, Mpu Bharada, pendeta mahir tantra dan yoga.
  • Sesuai Nagarakretagama dan Prasasti Wurare, Mpu Bharada membagi Pulau Jawa menjadi dua dengan “air kendi suci dari langit” sebagai penanda batas, untuk mencegah perang saudara.

4. Pembagian Wilayah (November 1042)

  • Wilayah Barat (Panjalu/Kadiri) → Ibu kota: Daha → Penguasa: Sri Samarawijaya.
  • Wilayah Timur (Janggala) → Ibu kota: Kahuripan → Penguasa: Mapanji Garasakan.
  • Batas utama kedua kerajaan: Sungai Bengawan (sesuai Prasasti Maribong 1264 M).

5. Masa Akhir Airlangga

  • Setelah turun takhta, Airlangga menjadi pertapa.
  • Gelar keagamaan yang otentik menurut Prasasti Gandhakuti (1042 M): Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.
  • Wafat sekitar tahun 1049.

Berikut saya susun ringkasan Perkembangan Kerajaan Janggala dan daftar rajanya secara runtut, biar gampang dipahami:


Perkembangan Kerajaan Janggala (1042 – ±1135)

Masa Pasca-Airlangga

  • Setelah Airlangga turun takhta (1042), hubungan Janggala dan Panjalu memburuk.
  • Terjadi perang saudara berkepanjangan untuk memperebutkan wilayah dan pengaruh.

Peristiwa Penting

  1. 1044 – Kemenangan awal Janggala
    • Prasasti Turun Hyang: Mapanji Garasakan mengalahkan Panjalu berkat dukungan pemuka desa Turun Hyang.
  2. 1050 – Serangan Kambang Putih
    • Prasasti Kambang Putih: Janggala bertahan dari serangan pasukan Kambang Putih (Tuban), wilayah Panjalu.
  3. 1052 – Mengalahkan Raja Tanjung
    • Prasasti Malenga: Garasakan menundukkan Aji Linggajaya (raja bawahan Panjalu).
    • Prasasti Banjaran: Janggala diserang Kadiri; Garasakan terusir, Alanjung Ahyes melarikan diri ke hutan Marsma lalu merebut kembali Kahuripan dengan bantuan desa Banjaran.
  4. 1053 – Mengalahkan Aji Panjalu
    • Prasasti Garaman: Garasakan, dibantu desa Garaman, mengalahkan Aji Panjalu dari Kadiri.
  5. 1059 – Proyek irigasi
    • Prasasti Sumengka: Raja Samarotsaha memperbaiki saluran air peninggalan Airlangga di Petirtaan Belahan, dibantu pemuka desa Sumengka.

Raja-Raja Janggala

Masa PemerintahanNama PribadiNama AbhisekaSumber SejarahKeterangan
1042–1052GarasakanŚrī Mahārāja Rakai Halu Śrī Mapañji Garasakan UttungadewaPrasasti Turun Hyang II (1044), Kambang Putih (1050), Malenga (1052), Garaman (1053)Putra kandung Airlangga
1052–1059Alanjung AhyesŚrī Mahārāja Mapañji Alañjung Ahyês Makoputadhanu Śrī Ajñajabharitamawakana Pasukala Nawanamaninddhita SasatrahetajñadewatiPrasasti Banjaran (1052)Berhasil merebut kembali Kahuripan setelah terusir
1059–?SamarotsahaŚrī Mahārāja Rakai Halu Pu Juru Śrī Samarotsāha Karṇnakeśana Ratnaśangkha Kirttisingha Jayāntaka UttungadewaPrasasti Sumengka (1059)Diduga putra atau menantu Airlangga

Berarti kalau kita susun secara ringkas dan runtut, bagian akhir Kerajaan Janggala dan jejaknya setelah penaklukan akan terlihat seperti ini:


Akhir Kerajaan Janggala

  • 1135 M – Berdasarkan Prasasti Ngantang, Kerajaan Janggala ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya, raja Kadiri.
    • Semboyan terkenal: “Panjalu Jayati” (Kadiri Menang).
    • Setelah itu, Janggala dipersatukan dengan Panjalu dan menjadi bagian dari Kerajaan Kadiri.

Janggala di Bawah Kekuasaan Selanjutnya

  1. 1222 M – Kadiri ditaklukkan Singhasari → Janggala otomatis ikut dikuasai.
  2. 1293 M – Majapahit berdiri → wilayah Janggala tetap menjadi bagian kerajaan.
  3. Dalam periode Majapahit, nama Kahuripan lebih populer dibanding Janggala (mirip seperti Daha lebih populer dari Panjalu).
  4. Prasasti Trailokyapuri (1486) – Raja Majapahit Girindrawardhana Dyah Ranawijaya menyebut dirinya penguasa Wilwatiktapura Janggala Kadiri.

Janggala sebagai Wilayah Bhre di Majapahit

Dalam struktur pemerintahan Majapahit, penguasa wilayah bawahan disebut Bhre (biasanya kerabat raja).
Bhre Kahuripan tercatat:

  • Tribhuwana Wijayatunggadewi (1309–1328, 1350–1375)
  • Hayam Wuruk (1334–1350)
  • Wikramawardhana (1375–1389)
  • Surawardhani (1389–1400)
  • Ratnapangkaja (1400–1446)
  • Rajasa wardhana (1447–1451)
  • Samarawijaya (1451–1478)

Situs Budaya & Peninggalan

Peninggalan fisik Kerajaan Janggala sangat terbatas dan sebagian sudah hilang:

  • Candi Prada (Dusun Reno Pencil, Sidoarjo) – rusak pada 1965.
  • Situs tumpukan bata (Urang Agung, Sidoarjo) – diduga struktur tangga.
  • Sumur kuno (Pepe Tambak, Sidoarjo).

Prasasti penting:

  • Turun Hyang (1044)
  • Kambang Putih (1050)
  • Malenga (1052)
  • Banjaran (1052)
  • Garaman (1053)
  • Sumengka (1059)

Janggala dalam Karya Sastra

  • Kakawin Smaradahana: Raja Kadiri Sri Kameswara (1182–1194) menikahi Sri Kirana, putri Janggala.
  • Nagarakretagama (1365): Menyebut Janggala sebagai bagian Majapahit.
  • Babad Tanah Jawi & Serat Pranitiradya: Versi legenda menceritakan raja Janggala sebagai Lembu Amiluhur → digantikan Panji Asmarabangun → Kuda Laleyan/Prabu Surya Amiluhur.
    Cerita ini bercampur unsur fiksi dan sulit dibuktikan sejarahnya.

Baik, saya sudah menyatukan dan merapikan riwayat Pemerintahan Bersama Tumapel & Janggala dalam bentuk urutan kronologis sehingga bisa dibaca seperti alur sejarah yang utuh.


Pemerintahan Bersama Tumapel & Janggala

(Sekitar Abad ke-12 – 13)

1. Awal Mula – Pembagian Warisan Airlangga (1045)

  • Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan, sebelum turun takhta, membagi kerajaannya menjadi dua untuk menghindari perebutan kekuasaan:
    • Kerajaan Janggala (berpusat di Kahuripan, pesisir timur).
    • Kerajaan Panjalu (Kadiri) (berpusat di Daha, wilayah pedalaman).
  • Pembagian ini melahirkan dua kerajaan saudara yang kadang bersahabat, kadang bersaing.

2. Janggala di Bawah Pemerintahan Sendiri (1045 – 1136)

  • Raja pertama Janggala diyakini adalah Mpu Sindok II atau keturunan langsung Airlangga.
  • Pusat kekuasaan Janggala berada di daerah delta Sungai Brantas bagian hilir.
  • Sumber sejarah sangat terbatas, tetapi prasasti-prasasti menunjukkan bahwa Janggala cukup makmur berkat perdagangan maritim.

3. Munculnya Kerajaan Singhasari / Tumapel (Awal Abad ke-13)

  • Ken Arok mendirikan Tumapel (Singhasari) sekitar 1222 setelah mengalahkan Kerajaan Kediri (Panjalu).
  • Wilayah Janggala kemungkinan besar sudah dilebur ke dalam kekuasaan Tumapel setelah Ken Arok mempersatukan Jawa Timur.

4. Pemerintahan Bersama Tumapel – Janggala (Masa Rajasa)

  • Setelah kemenangan Ken Arok, daerah bekas Janggala tidak sepenuhnya dihapus, melainkan dikelola sebagai wilayah setara atau semi-otonom di bawah struktur pemerintahan Rajasa.
  • Kemungkinan ada persekutuan politik antara bangsawan bekas Janggala dan Tumapel untuk menjaga stabilitas.

5. Konflik Internal dan Perebutan Takhta

  • Masa pemerintahan Anusapati dan Tohjaya di Tumapel diwarnai pembunuhan politik.
  • Tidak ada catatan jelas tentang perlawanan besar dari Janggala, namun aliansi internal diduga mempengaruhi intrik istana.

6. Kebangkitan Kediri & Akhir Janggala

  • Tahun 1250-an: Ranggawuni (Wisnuwardhana) berhasil memulihkan kestabilan.
  • Janggala sebagai entitas politik hilang dari catatan sejarah, kemungkinan benar-benar dilebur ke dalam Singhasari.
  • Tahun 1292, Singhasari jatuh ke Kediri (Jayakatwang), sebelum akhirnya Majapahit berdiri pada 1293.

7. Warisan

  • Nama Janggala tetap hidup dalam gelar-gelar kerajaan dan wilayah administratif Majapahit.
  • Hubungan antara Janggala, Tumapel, dan Panjalu menunjukkan bahwa pembagian kerajaan oleh Airlangga menciptakan pola persaingan politik Jawa Timur selama lebih dari satu abad.

Baik, saya akan merangkumnya menjadi urutan peristiwa yang rapi, sehingga perkembangan Kahuripan di masa Airlangga dan proses pembagian kerajaan menjadi Panjalu & Janggala terlihat jelas.


Kerajaan Kahuripan di Masa Airlangga (± 1009–1042 M)

1. Pendirian & Ibu Kota

  • 1032 M – Menurut Prasasti Terep, Airlangga memindahkan ibu kota ke wilayah Kahuripan i Bhumi Janggala, yang diduga berada di sekitar Sidoarjo sekarang.
  • 1037 M – Prasasti Kamalagyan kembali menyebut nama Kahuripan, yang kemudian dipakai sebagai nama kerajaan.
    Pada tahun yang sama, Prasasti Kusambyan menyebut Madander, diduga istana Airlangga di sekitar Jombang.

2. Pemindahan ke Dahana

  • Menjelang akhir pemerintahannya (1042 M), berdasarkan Prasasti Pamwatan dan kisah Calon Arang, Airlangga memindahkan ibu kota ke Dahana (Kediri sekarang).

3. Krisis Suksesi

  • Putri mahkota Sanggramawijaya Tunggadewi (disebut di Prasasti Cane 1021–Prasasti Pasar Legi 1043) memilih menjadi pertapa Buddha bergelar Dewi Kili Suci.
  • Putra Sri Samarawijaya kemudian menjadi pewaris, memegang jabatan rakryan mahamantri i hino (biasanya untuk putra sulung).
  • Terjadi persaingan antara dua putra Airlangga, memicu potensi perang saudara.

4. Peran Mpu Bharada

  • Airlangga meminta nasihat gurunya Mpu Bharada, pendeta Buddha mahir tantra & yoga.
  • Mpu Bharada mencoba mengirim salah satu putra Airlangga ke Bali, namun gagal.
  • Untuk menghindari perang saudara, Mpu Bharada menyarankan pembagian wilayah kerajaan.

5. Pembagian Kerajaan (November 1042)

  • Berdasarkan Prasasti Pamwatan (20 November 1042), Airlangga masih bergelar Maharaja.
  • Prasasti Gandhakuti (24 November 1042) menyebutnya sudah menjadi Resi Aji Paduka Mpungku.
    Peristiwa pembagian kerajaan diperkirakan terjadi antara kedua tanggal ini.

Hasil pembagian:

  1. Panjalu (Kadiri) – beribukota di Daha, diberikan kepada Sri Samarawijaya.
  2. Janggala – beribukota di Kahuripan, diberikan kepada Mapanji Garasakan.
  • Batas wilayah ditentukan oleh Sungai Bengawan (Prasasti Maribong 1264 M).
  • Prasasti Wurare menyebut pembagian ini dilakukan dengan air suci kendi oleh Mpu Bharada.

6. Akhir Hidup Airlangga

  • Setelah turun takhta, Airlangga menjadi pertapa hingga wafat sekitar 1049 M.
  • Gelar kependetaan resminya: Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana (Prasasti Gandhakuti).
  • Prasasti Pasar Legi menunjukkan Airlangga dan Sanggramawijaya masih berperan dalam pemerintahan meski fokus pada kegiatan spiritual.

Bahwa masa awal Kerajaan Kadiri setelah pembelahan oleh Airlangga hingga masa kejayaan di bawah Jayabhaya punya alur sejarah yang cukup dramatis—mulai dari masa “gelap” Sri Samarawijaya, perang saudara, hingga bangkitnya Kadiri sebagai kekuatan besar di Jawa dan Nusantara.

Berikut ringkasan runtutnya:


1. Masa Awal (1042 – 1051)

  • Pembelahan Kerajaan Airlangga (1042) → Kadiri (Panjalu) di bawah Sri Samarawijaya & Janggala di bawah Mapanji Garasakan.
  • Masa pemerintahan Sri Samarawijaya jarang terekam.
    Disebut sebagai masa “kegelapan” karena belum ditemukan prasasti resmi dari Kadiri sendiri.
  • Prasasti Turun Hyang (1044) terbit dari pihak Janggala, memuat indikasi perang saudara antara dua kerajaan pasca Airlangga.
  • Lontar Calon Arang menggambarkan peran Mpu Bharada sebagai penengah konflik.

2. Bangkitnya Kadiri (1051 – 1112)

  • Sri Jitendra Kara (1051–?) → tercatat dalam Prasasti Mataji.
    Diduga sebagai “Aji Panjalu” yang disebut dalam Prasasti Garaman dari Janggala (1053), kemungkinan berperang melawan Mapanji Garasakan.
  • Sri Bameswara (1112) → memerintah setelah Jitendra Kara.
    Prasasti Padlegan menunjukkan penghargaan kepada rakyat yang setia dan berkorban di medan perang.

3. Masa Keemasan Jayabhaya (1135 – ?)

  • Sri Jayabhaya → Tercatat dalam Prasasti Hantang (1135).
    Semboyan: Panjalu Jayati (“Kadiri Menang”) menunjukkan keberhasilan menaklukkan Janggala.
  • Wilayah kekuasaan meliputi seluruh Jawa, sebagian Nusantara, bahkan mempengaruhi Sumatra (mengalahkan Sriwijaya).
  • Catatan Tiongkok (Ling-wai-tai-ta, Chou Ku-fei) menempatkan Jawa (Kadiri) sebagai salah satu negeri terkaya setelah Arab dan Tiongkok.
  • Prasasti Talan (1136) → menghubungkan Jayabhaya dengan Airlangga sebagai leluhur.

4. Perluasan Administrasi & Militer (Masa Sri Gandra)

  • Prasasti Jaring → pertama kali mencatat penggunaan nama binatang untuk gelar pejabat (contoh: Menjangan Puguh, Kebo Waruga, Macan Putih).
    Tradisi ini berlanjut di Singhasari & Majapahit.
  • Menyebut jabatan Senapati Sarwwajala → bukti Kadiri memiliki angkatan laut kuat dan aktif di bidang maritim.
  • Fungsi pejabat militer meluas ke urusan sipil, menunjukkan birokrasi semakin kompleks.

5. Kehidupan Agama & Budaya

  • Hindu Siwa → Terlihat di Candi Gurah, Candi Tondowongso, Petirtaan Kepung.
  • Buddha Mahayana → Ditemukan di situs Adan-adan (arca Dhyanibuddha Amitabha, Bodhisatwa).
  • Gelar raja sering terkait dengan Wisnu (Triwikramawataranindita), namun ini bagian dari konsep Dewaraja → raja sebagai titisan Wisnu, pusat daya magis & penjaga kesejahteraan.
  • Struktur sosial dan kosmologi Jawa Kuno menempatkan raja sebagai pemelihara harmoni dunia.

Bagian ini menggambarkan pengaruh budaya, hubungan luar, dan kehidupan ekonomi Kerajaan Kadiri pada masa puncaknya.
Kalau diringkas jadi poin-poin tematik supaya jelas alurnya, hasilnya seperti ini:


1. Pengaruh dalam Budaya

  • Karya Sastra Besar
    • Pada masa Sri Kameswara (1182–1194 M), Mpu Dharmaja menulis Kakawin Smaradahana untuk memuja raja dan permaisurinya, Sri Kirana Ratu dari Janggala.
    • Cerita ini mengisahkan terbunuhnya Kamajaya & Ratih sebelum lahirnya Ganesha. Pasangan dewa itu dipercaya menitis menjadi Sri Kameswara & Sri Kirana.
    • Dari kisah ini lahir Cerita Panji, kisah romantis Panji Inu Kertapati dan Candra Kirana, yang berkembang di Majapahit dan menyebar ke Asia Tenggara (Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, Malaysia, Filipina, Bali, Kalimantan, Sumatra).
    • Tokoh Panji dikenal dengan nama berbeda di tiap negara (misalnya Inao di Siam, Eynao di Khmer, E-naung di Burma).

2. Kemajuan Ilmu Penanggalan & Aksara

  • Sistem Kalender
    • Prasasti Kadiri memuat penanggalan yang sangat lengkap (14–15 unsur), termasuk unsur astronomi tradisional: tahun, bulan, minggu, planet, bintang, rasi, wuku, dll.
  • Aksara Kadiri Kwadrat
    • Gaya tulis Kawi berbentuk tebal, timbul, mirip bidang persegi empat.
    • Berfungsi sebagai identitas budaya Kadiri.
    • Ditemukan di Jawa Timur, Jawa Tengah (Dieng), Bali, bahkan Candi Muaro Jambi.

3. Hubungan dengan Bali

  • Awal hubungan erat dimulai sejak pernikahan Dharma Udayana Warmadewa (Bali) dan Mahendradatta (Jawa), orang tua Airlangga.
  • Pengaruh Jawa Kuno (Bahasa Kawi) menguat di Bali.
  • Ada kesamaan gelar raja dengan unsur “Jaya” di Bali & Kadiri, mengindikasikan hubungan kekerabatan atau pengaruh politik.
  • Masa raja-raja Bali seperti Jayasakti, Ragajaya, Jayapangus, dan Ekajayalancana berlangsung sezaman dengan raja-raja Kadiri dari Jayabhaya hingga Kertajaya.

4. Ekonomi dan Perdagangan

  • Ekspor: gading, cula badak, mutiara, kayu wangi (cendana), cengkih, pala, adas, belerang, keris, kain, kapas.
  • Impor: keramik, porselen, logam mulia, bahan kimia untuk pewarnaan (sinabar, tawas, arsen sulfida).
  • Koin Dinasti Song dari Tiongkok banyak beredar, menunjukkan ekonomi moneter yang maju.
  • Sektor utama:
    • Pertanian (padi di lembah Brantas) dengan irigasi warisan Kahuripan.
    • Peternakan (sapi, babi hutan, unggas).
    • Perdagangan rempah-rempah dari Maluku, Timor, Kalimantan, yang diangkut lewat jalur laut Kadiri.
  • Kebijakan sosial:
    • Hukuman fisik jarang digunakan, pelanggar membayar denda emas.
    • Festival air (bulan ke-5) & festival gunung (bulan ke-10) menjadi acara rakyat besar, diiringi musik tradisional.

Bagian ini memotret hubungan regional dan posisi politik-ekonomi Kadiri di abad ke-12–awal ke-13, dengan warna detail dari catatan Tiongkok. Kalau diringkas jadi poin tematik, jadinya seperti ini:


1. Hubungan dengan Kekuatan Regional

  • Dengan Sriwijaya
    • Abad ke-11: Hegemoni Sriwijaya menurun akibat serangan Chola (India) ke Malaya dan Sumatra.
    • Peluang ini dimanfaatkan kerajaan-kerajaan regional seperti Panjalu/Kadiri untuk berkembang.
    • Hubungan tidak selalu damai—terdapat permusuhan dan saling serang.
    • Menurut Chou Ku-fei & Chou Ju-kua, Sriwijaya tetap menguasai barat Nusantara, sedangkan Kadiri/Panjalu menguasai timur.
  • Dengan Khmer & Champa
    • Tidak disebutkan secara detail dalam naskah ini, tapi konteks perdagangan Asia Tenggara saat itu membuat Kadiri kemungkinan memiliki kontak tidak langsung melalui jaringan laut yang sama, apalagi jalur rempah dan barang mewah menghubungkan Jawa, Champa, dan Tiongkok.
  • Dengan Tiongkok
    • Catatan Tiongkok menyebut Kadiri sebagai Tsao-wa / Chao-wa (Jawa).
    • Penjelajah dan pedagang Tiongkok sering berkunjung.
    • Hubungan erat di bidang perdagangan, khususnya komoditas Nusantara dan barang mewah dari Tiongkok.
  • Dengan India
    • Hubungan bersifat budaya dan intelektual: rakawi Jawa menulis karya sastra berdasarkan Mahabharata & Ramayana.

2. Gambaran Kehidupan & Pemerintahan menurut catatan Tiongkok

  • Kehidupan sehari-hari
    • Pakaian: kain hingga lutut, rambut diurai.
    • Rumah bersih, lantai ubin kuning-hijau.
    • Raja: pakaian sutra, perhiasan emas, rambut disanggul tinggi, diiringi 500–700 pasukan bila keluar.
    • Pejabat pusat: tiga pangeran, simajie (sāmya haji), luojielian (rakryan).
    • Administrasi: 300+ juru tulis urus kota, perbendaharaan, lumbung, tentara.
    • Militer: ±30.000 tentara, komandan dibayar 20 tael emas/tahun.
  • Hukum & sosial
    • Nikah tanpa mak comblang, mas kawin emas.
    • Hukuman fisik jarang, denda emas sesuai tingkat pelanggaran, kecuali perampokan (hukuman mati).
  • Hiburan & budaya rakyat
    • Sabung ayam, adu babi hutan.
    • Banyak monyet di pegunungan, ada yang disebut “Raja Kera”.
    • Rumah megah dihiasi emas & giok.
    • Tamu pedagang ditempatkan di wisma tamu, makanan bersih.
    • Saat sakit berdoa pada dewa atau Buddha.

3. Wilayah kekuasaan Kadiri menurut Chu-fan-chi

  • Kadiri/Panjalu menguasai:
    • Pacitan, Medang, Tumapel, Dieng, Hujung Galuh (Surabaya), Jenggi (Papua Barat), Sumba, Papua Barat Daya, Bali, Gorong/Sorong, Tanjungpura (Kalimantan), Timor, Banggai (Sulawesi), Maluku.

4. Keruntuhan Kadiri

  • 1222: Konflik Kertajaya dengan kaum brahmana → mereka minta bantuan Ken Arok (Tumapel).
    • Pertempuran Ganter → Kertajaya kalah, Kadiri jadi bawahan Tumapel.
    • Jayasabha (putra Kertajaya) jadi bupati Kadiri, digantikan Sastrajaya, lalu Jayakatwang.
  • 1292: Jayakatwang memberontak & menaklukkan Singhasari.
    • Hanya bertahan 1 tahun → dikalahkan pasukan gabungan Mongol & Raden Wijaya.
    • Kadiri benar-benar berakhir, wilayah masuk ke Majapahit.

Pangeran Henry Wirakusuma VI +  Lampung +  Kasuhunan Solo +  Kerajaan Panjalu


  1. Pangeran Henry Wirakusuma VI +  Lampung +  Kasuhunan Solo +  Kerajaan Panjalu
  2. Ratu Yuyu Wahyu Ningsih Wirakusuma V + Radja Unsa Djimita Mangaraja keturunan Raja naipospos Si Raja batak
  3. Pangeran Musa Wirakusuma IV +  Raden Ayu Enung Maemunah Binti H.Raden Sobari
  4. Pangeran Muhamadilah II wirakusuma III +  Raden Ayu Dewi Nawangsih
  5. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Wirakusuma II Alwatsiqbillah 25 juni 1859-11 juni 1860 +  Maharani Ratu Ratna binti Pangeran Muhamad Nafis Bin Pangeran Haji Musa Bin Pangeran haji Muhamad raja Kusan III pulau laut batu licin
  6. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Muda Abdurahman Alwatsiqbillah 1825-1852 +  Maharani Ratu kencana Agung Ratu Halimah binti tuan Haji Syekh Pangeran Muhamad Said albugisi (M.said Albanjari) kerabat Syekh Abdul Wahab Putra raja Sindrap Bugis
  7. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Adam Alwatsiqbillah 1825-1855/ 1857 + Maharani  Nyai ratu Komala sari binti Adipati Singasari
  8. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Sulaiman Rahmatulah 1801-1825 +  Maharani Nyai Ratu Intan sari binti Adipati singasari
  9. Maharani Lawiyah binti Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar 16 Januari 1761 – 19 April 1801 + Pangeran wiranata Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri SultanTahmidilah II
  10. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Tamjidilah I 1734 – 3 Agustus 1759 +  Maharani Ratu Mas Tanah Bumbu
  11. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Tahmidullah I  Panembahan Tengah 17001717
  12. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Tahlilullah Amrullah Raden Basus Kasuma  Pangeran Suria Negara Sultan TahlilLillah Sultan Tahirullah Ahmed Tantahid-allah 1663 – 1679
  13. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Inayatullah Pangeran Dipati Tuha I
    1645 – 1660
  14. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan  Mustain Billah Raden Senapati 1570 – 1595
  15. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Hidayatullah I 1570 – 1595
  16. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan  Rahmatullah 1546 – 1570
  17. Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Suriansyah 1526 – 1540 +  Maharani Sa’adah +  MaharaniNorhayati puteri dari Labai Lamiah, tokoh suku Dayak Maanyan yang telah memeluk Islam, yang kemudian melahirkan Putri Mayang Sari yang memerintah wilayah Jaar yang juga dinamakan Singarasi dan makam Putri Mayang Sari juga terdapat di sana
  18. Intan Sari Galuh Baranakan + Raden Mantri Alu
  19. RAJA NEGARA DAHA Maharaja Sukarama (Pangeran Sukarama)
  20. RAJA NEGARA DAHA Maharaja Sari Kaburungan / Raden Sekar Sungsang /Ki Mas Lelana /Panji Agung Rama Nata/ Miharaja Sari Babunangan Unro (logat Dayak Maanyan) alias Panji Suranata anak angkat Kertabhumi (alias Brawijaya V) adalah raja Negara Daha ke-1 (1495-1500)+  Maharani Ratna Minasih
  21. PEMANGKU RAJA NEGARA DIPA  Putri Kalungsu (Putri Kabu Waringin) + Maharaja Carang Laleyan (Arya Dewangsa)
  22. PEMANGKU RAJA NEGARA DIPA  Putri Huripan +  Maharaja Suria-Gangga-Wangsa putra RAJA NEGARA DIPA Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa + Ratna Janggala Kadiri/ Bhre Daha / Bhre Tanjung Pura 1460–1470
  23. PEMANGKU RAJA NEGARA DIPA Maharaja Lembu Mangkurat (Patih Lamboeng Mangkoerat) (Ratu Kuripan) 1450–1460 +  Maharani Dayang Diparaja
  24. RAJA NEGARA DIPA Maharaja Ampu Jatmaka Maharaja di Candi +  Maharani Sira Manguntur (Déwi Sekar Gading)
  25. Maharaja Mangkubumi Jantam +  Maharani Sita Rara
  26. kerajaan Panjalu Janggala kediri + Kerajaan Majapahit, dari Jenggala Kediri naik perahu abiyasa ke sungai negara amuntai candi agung.

Kaitan Puteri Junjung Buih dan Wangsa Rajasa

Puteri Junjung Buih adalah tokoh legendaris dari Kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan yang menurut Hikayat Banjar memerintah sekitar pertengahan abad ke-15. Ia dikenal sebagai ratu yang diyakini berasal dari buih sungai — simbol kesucian dan asal-usul gaib — yang kemudian diangkat menjadi penguasa oleh rakyat dan bangsawan setempat. Dalam hikayat, ia menikah dengan Pangeran Suryanata, seorang bangsawan dari Majapahit.

Pangeran Suryanata dalam legenda digambarkan sebagai utusan Majapahit yang dikirim ke Kalimantan untuk menikahi Puteri Junjung Buih. Garis keturunannya diyakini bersambung ke Wangsa Rajasa, dinasti kerajaan di Jawa Timur yang dimulai oleh Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa) pada awal abad ke-13. Wangsa ini memerintah Singhasari dan kemudian Majapahit, melahirkan raja-raja besar seperti Raden Wijaya, Jayanegara, Tribhuwana Wijayatunggadewi, Hayam Wuruk, hingga Bhre Kertabhumi.

Perkawinan Puteri Junjung Buih dengan Pangeran Suryanata bukan hanya peristiwa pribadi, melainkan juga strategi politik. Dari sudut pandang Majapahit, pernikahan ini memperluas pengaruh ke wilayah Kalimantan, sementara bagi Negara Dipa, perkawinan ini memberikan legitimasi politik melalui hubungan dengan dinasti besar di Jawa. Dalam tradisi politik Nusantara, perkawinan semacam ini adalah bentuk aliansi yang menggabungkan kekuatan lokal dengan prestise kerajaan pusat.

Secara historis, memang ada bukti pengaruh Majapahit di Kalimantan pada abad ke-14 hingga 15, meskipun kisah Puteri Junjung Buih sendiri bercampur unsur legenda. Namun, garis cerita ini merefleksikan pola hubungan pusat–daerah di masa lalu, di mana darah Wangsa Rajasa menyatu dengan darah bangsawan Kalimantan, menjadi akar bagi penerus kerajaan-kerajaan Banjar di masa berikutnya.

SILSILAH WIRAKUSUMA – NEGARA DIPA / DAHA – PANJALU – JANGGALA – KEDIRI – MAJAPAHIT

  1. Kerajaan Panjalu – Janggala – Kediri – Majapahit
    Dari Jenggala Kediri naik perahu Abiyasa ke Sungai Negara Amuntai (Candi Agung).
  2. Maharaja Ampu Jatmaka Maharaja di Candi + Maharani Sira Manguntur (Dewi Sekar Gading)
  3. Maharaja Lembu Mangkurat (Patih Lamboeng Mangkoerat) (Ratu Kuripan) 1450–1460 + Maharani Dayang Diparaja
  4. Putri Huripan + Maharaja Suria-Gangga-Wangsa
    (putra Raja Negara Dipa Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa + Ratna Janggala Kadiri/Bhre Daha/Bhre Tanjung Pura, 1460–1470)
  5. Putri Kalungsu (Putri Kabu Waringin) + Maharaja Carang Laleyan (Arya Dewangsa)
  6. Maharaja Sari Kaburungan / Raden Sekar Sungsang (Ki Mas Lelana / Panji Agung Rama Nata / Miharaja Sari Babunangan Unro, logat Dayak Maanyan / Panji Suranata)
    Anak angkat Kertabhumi (Brawijaya V), Raja Negara Daha ke-1 (1495–1500) + Maharani Ratna Minasih
  7. Maharaja Sukarama (Pangeran Sukarama)
  8. Intan Sari Galuh Baranakan + Raden Mantri Alu
  9. Sultan Suriansyah (1526–1540) + Maharani Sa’adah + Maharani Norhayati (puteri Labai Lamiah, Dayak Maanyan, melahirkan Putri Mayang Sari, penguasa Singarasi/Jaar)
  10. Sultan Rahmatullah (1546–1570)
  11. Sultan Hidayatullah I (1570–1595)
  12. Sultan Mustain Billah Raden Senapati (1570–1595)
  13. Sultan Inayatullah Pangeran Dipati Tuha I (1645–1660)
  14. Sultan Tahlilullah Amrullah Raden Basus Kasuma (Pangeran Suria Negara / Sultan Tahlillillah / Sultan Tahirullah Ahmed Tantahid-allah) (1663–1679)
  15. Sultan Tahmidullah I Panembahan Tengah (1700–1717)
  16. Sultan Tamjidillah I (1734 – 3 Agustus 1759) + Maharani Ratu Mas Tanah Bumbu
  17. Maharani Lawiyah binti Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah Muhammad dari Banjar (16 Januari 1761 – 19 April 1801) + Pangeran Wiranata (Sultan Tahmidillah II)
  18. Sultan Sulaiman Rahmatullah (1801–1825) + Maharani Nyai Ratu Intansari binti Adipati Singasari
  19. Sultan Adam Alwatsiqbillah (1825–1855/1857) + Maharani Nyai Ratu Komalasari binti Adipati Singasari
  20. Sultan Muda Abdurahman Alwatsiqbillah (1825–1852) + Maharani Ratu Kencana Agung Ratu Halimah binti Tuan Haji Syekh Muhammad Said al-Bugisi (M. Said al-Banjari), kerabat Syekh Abdul Wahab Putra Raja Sindrap Bugis
  21. Sultan Wirakusuma II Alwatsiqbillah (25 Juni 1859 – 11 Juni 1860) + Maharani Ratu Ratna binti Pangeran Muhammad Nafis bin Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad Raja Kusan III Pulau Laut Batu Licin
  22. Pangeran Muhamadilah II Wirakusuma III + Raden Ayu Dewi Nawangsih
  23. Pangeran Musa Wirakusuma IV + Raden Ayu Enung Maemunah binti H. Raden Sobari
  24. Ratu Yuyu Wahyu Ningsih Wirakusuma V + Radja Unsa Djimita Mangaraja (keturunan Raja Naipospos Si Raja Batak)
  25. Pangeran Henry Wirakusuma VI + Lampung + Kasuhunan Solo + Kerajaan Panjalu

Intinya kita bisa melihat bahwa Wangsa Rajasa berawal dari Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa), pendiri Kerajaan Tumapel/Singhasari, lalu berlanjut hingga Majapahit.

Kalau kita hubungkan ke Puteri Junjung Buih dan Pangeran Suryanata, maka rantainya kira-kira begini:

  1. Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa) mendirikan Wangsa Rajasa (1222).
  2. Keturunan Rajasa memerintah Singhasari → lalu Majapahit.
  3. Dari garis Majapahit inilah muncul Pangeran Suryanata (versi legenda) yang dikirim atau datang ke Kalimantan Selatan.
  4. Pangeran Suryanata menikah dengan Puteri Junjung Buih, Ratu Negara Dipa (1460–1470).
  5. Dari perkawinan ini lahirlah garis keturunan yang menjadi cikal bakal Kesultanan Banjar.

Artinya, secara legenda-politikPuteri Junjung Buih terhubung ke Wangsa Rajasa melalui Pangeran Suryanata, yang digambarkan sebagai bangsawan Majapahit.

  • Ken Arok → Wangsa Rajasa (Singhasari) → Majapahit → Pangeran Suryanata → Puteri Junjung Buih → Kesultanan Banjar.

memang terlihat jelas bahwa sejarah Kerajaan Tumapel/Singhasari punya dua “versi resmi” yang berbeda—satu dari Pararaton yang lebih sarat unsur cerita rakyat dan intrik, dan satu lagi dari Kakawin Nagarakretagama yang lebih bersifat pujian kerajaan sehingga “membersihkan” kisah berdarah leluhurnya.

Kalau diringkas perbedaannya:

AspekVersi PararatonVersi Nagarakretagama
Awal berdirinyaKen Arok membunuh Tunggul Ametung, menikahi Ken Dedes, lalu mendirikan Tumapel.Langsung menyebut Sri Ranggah Rajasa Sang Giri nathaputra sebagai pendiri yang menaklukkan Kadiri, tanpa cerita pembunuhan.
Urutan raja1. Ken Arok (1222–1247)2. Anusapati (1247–1249)3. Tohjaya (1249–1250)4. Ranggawuni/Wisnuwardhana (1250–1272)5. Kertanagara (1272–1292)1. Rajasa Giri nathaputra (1222–1227)2. Anusapati (1227–1248)3. Wisnuwardhana (1248–1254)4. Kertanagara (1254–1292)
Kisah perebutan takhtaSarat kudeta dan pembunuhan antarkeluarga (Ken Arok ↔ Anusapati ↔ Tohjaya ↔ Ranggawuni).Tidak ada kisah pembunuhan, hanya pergantian takhta secara “tenang”.
Pemerintahan bersamaDisebut Wisnuwardhana memerintah bersama Mahisa Campaka (Narasingamurti) sebagai upaya rekonsiliasi Tumapel–Kadiri.Juga menyebut pemerintahan bersama, tapi tanpa penjelasan konflik berdarah sebelumnya.
Gaya penulisanCampuran sejarah dan legenda, penuh unsur mistis dan kutukan (contoh: keris Mpu Gandring).Catatan resmi yang bersifat pujian, menghindari aib leluhur Majapahit.

Intinya, Pararaton memberi warna dramatis dan narasi manusiawi (dendam, cinta, pengkhianatan), sedangkan Nagarakretagama adalah versi “resmi” yang memoles citra politik dinasti Rajasa.
Keduanya saling melengkapi, tapi juga saling bertentangan di beberapa detail, terutama soal tahun pemerintahan dan tokoh Tohjaya yang hanya muncul di Pararaton.

Ringkasan Pemerintahan Bersama dan Kejayaan Tumapel (Singhasari)

1. Pemerintahan Bersama Wisnuwardhana – Narasingamurti

  • Sumber: Pararaton & Nagarakretagama.
  • Pararaton menyebut Narasingamurti bernama asli Mahisa Campaka.
  • Jika kisah kudeta berdarah di Pararaton benar, pemerintahan bersama ini adalah rekonsiliasi antara dua kekuatan yang semula terpecah:
    • Wisnuwardhana → Penguasa Tumapel, cucu Tunggul Ametung – Ken Dedes.
    • Narasingamurti → Penguasa Kadiri, cucu Ken Arok – Ken Dedes.
  • Intinya, ini untuk menyatukan kembali Tumapel dan Kadiri pasca konflik perebutan kekuasaan.

2. Masa Kejayaan Kertanagara (1272–1292)

  • Raja terakhir sekaligus terbesar Tumapel/Singhasari.
  • Berorientasi keluar Jawa, memperluas pengaruh melalui ekspedisi militer & diplomasi:
    1. Ekspedisi Pamalayu (1275) → menundukkan Kerajaan Melayu di Sumatra, mengirim Arca Amoghapasa sebagai tanda persahabatan.
    2. Aliansi dengan Champa (Vietnam) lewat pernikahan adiknya, Tapasi.
    3. Ekspedisi ke Bali (1284) → Bali tunduk pada Singhasari.
  • Wilayah bawahan menurut Nagarakretagama: Melayu, Bali, Pahang, Gurun, Bakulapura, Sunda, Madura.
  • Tolak Mongol (1289) → menolak tunduk pada Kaisar Kubilai Khan.

3. Keruntuhan Tumapel (1292)

  • Singhasari sibuk ekspansi keluar Jawa → pertahanan dalam negeri melemah.
  • Pemberontakan Jayakatwang (Bupati Gelanggelang, ipar & besan Kertanagara) → dendam karena Wangsa Rajasa merebut kekuasaan dari Kediri.
  • Kertanagara terbunuh, Tumapel runtuh.
  • Jayakatwang memulihkan Kerajaan Kediri beribukota di Daha.

4. Transisi ke Majapahit

  • Raden Wijaya → cucu Narasingamurti, menantu Kertanagara, selamat dari pembantaian.
  • Dengan bantuan Aria Wiraraja, diampuni Jayakatwang, diberi tanah Majapahit.
  • 1293 → Pasukan Mongol datang untuk menghukum Jawa (perintah Kubilai Khan).
  • Raden Wijaya memanfaatkan Mongol untuk mengalahkan Jayakatwang, lalu berbalik mengusir Mongol dari Jawa.
  • Kerajaan Majapahit berdiri → Raden Wijaya mengaku sebagai penerus Wangsa Rajasa yang didirikan Ken Arok.

Puteri Junjung Buih dan Wangsa Rajasa.

Kalau kita hubungkan:

  • Puteri Junjung Buih adalah tokoh legendaris dan ratu Kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan (1460–1470). Dalam Hikayat Banjar, ia menikah dengan Pangeran Suryanata yang disebut berasal dari Majapahit.
  • Wangsa Rajasa adalah dinasti kerajaan Tumapel dan Majapahit, dimulai oleh Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa) pada awal abad ke-13. Dari sini muncul raja-raja Majapahit yang berkuasa hingga akhir abad ke-15.

Artinya, jika Pangeran Suryanata benar berasal dari Majapahit, secara legenda/mitos ia kemungkinan keturunan Wangsa Rajasa. Perkawinan ini berarti menggabungkan darah raja Jawa (Rajasa) dengan darah raja pribumi Kalimantan (Puteri Junjung Buih).

Ini juga cocok dengan tradisi politik Nusantara waktu itu: perkawinan antar-dinasti untuk memperkuat legitimasi kekuasaan dan memperluas pengaruh. Dalam kasus ini, Majapahit bisa memperluas pengaruhnya ke Kalimantan, sementara Negara Dipa mendapatkan legitimasi dari wangsa besar di Jawa.

Periode Tumapel:

  1. Sri Ranggah Rajasa (1222-1227)
  2. Sri Anusapati (1227-1248)
  3. Sri Wisnu wardhana (1248-1268)
  4. Sri Kertanegara (1268-1292)

Periode Majapahit:

  1. Sri Kertab RajasaJayawardhana (1294–1309)
  2. Sri Jayanegara (1309–1328)
  3. Sri Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328–1350)
  4. Sri Rajasa nagara (1350–1389)
  5. Sri Wikramawardhana (1389–1429)
  6. Sri Suhita (1429–1447)
  7. Sri Kertawijaya (1447–1451) Brawijaya I
  8. Sri Rajasa wardhana (1451–1453) Brawijaya II
  9. Sri Giri shawardhana (1456–1466) Brawijaya III
  10. Sri Suraprabhawa (1466-1468) Brawijaya IV
  11. Sri Bhre Kertabhumi Brawijaya V (1468–1474)
  12. Sri Giri ndrawardhana Brawijaya VI (1474–1498)
  13. Sri Udhara Brawijaya VII ( 1518 – 1527)

Daftar Raja-raja Tumapel / Singhasari

No.MaharajaMulai JabatanAkhir JabatanJabatan SebelumnyaSumber Utama
1Ranggah Rajasa (Ken Arok)12221227Adipati TumapelNagarakretagama
2Anusapati12271248Prasasti Mula MalurungNagarakretagama
3Wisnuwardhana & Mahisa Campaka (Narasingamurti)12481268PararatonNagarakretagamaPrasasti Mula Malurung
4Kertanagara12681292Raja Muda DahaPrasasti Mula MalurungPrasasti Padang RocoPrasasti Wurare

Daftar Pejabat Tinggi Pemerintahan Singhasari

No.NamaJabatanJabatan SebelumnyaSumber
1Arya WirarajaAdipati Songennep (Sumenep, Madura)DemungKidung Harsawijaya
2Mpu RaganataAdhyaksa Tumapel (Perdana Menteri)Kidung Harsawijaya
3Mahisa AnabrangLaksamanaPararatonNagarakretagamaKidung Harsawijaya
4Mpu WirakretiMantri AngabhayaTumenggungKidung Harsawijaya
5Mpu SentasmretiPujangga IstanaKidung Harsawijaya
6Kebo Anengah & Panji AngraganiPerdana Menteri & WakilPararatonNagarakretagamaKidung Harsawijaya
7Mapanji Pati-PatiDharmmadyaksa KasaiwanPrasasti Mula Malurung
8Mapanji SingharsaSang Ramapati (Juru Bicara)Prasasti Mula Malurung

Daftar Adipati Penting di Masa Singhasari

No.NamaJabatanJabatan SebelumnyaSumber
1Arya WirarajaAdipati Songennep (Sumenep, Madura)DemungKidung Harsawijaya
2JayakatwangAdipati Gelang-gelang (Madiun)PararatonPrasasti Mula Malurung
3Dyah WijayaAdipati Janggala (Sidoarjo)Prasasti Mula Malurung

Status Tumapel Setelah Jatuh ke Majapahit

  • Tahun 1292, Singhasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang.
  • Di era Majapahit, Tumapel menjadi wilayah bawahan utama.
  • Gelar penguasanya: Bhre Tumapel.

Daftar Bhre Tumapel di Era Majapahit

No.Nama LengkapMasa Jabatan
1Kertawarddhana Dyah Cakradara1328 – 1386
2Manggalawarddhana1389 – 1427
3Wijayaparakramawarddhana Dyah Kertawijaya1429 – 1447
4Singhawikramawarddhana Dyah Suraprabhawa1447 – 1466

Kata Penutup

Demikianlah uraian singkat mengenai perjalanan Kerajaan Tumapel atau Singhasari, mulai dari kelahirannya di tangan Ken Arok, masa-masa kejayaan Kertanagara, hingga runtuhnya akibat pemberontakan Jayakatwang dan transformasinya menjadi wilayah bawahan Majapahit dengan gelar Bhre Tumapel.

Sejarah ini memberi pelajaran berharga bahwa kejayaan sebuah kerajaan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau luasnya wilayah, tetapi juga oleh kestabilan internal, kesatuan politik, dan kecermatan menjaga hubungan diplomatik. Singhasari yang pernah jaya di bawah Kertanagara pun akhirnya tumbang karena lemahnya pertahanan dalam negeri.

Penulis berharap naskah ini dapat menjadi rujukan ringkas sekaligus inspirasi bagi pembaca untuk semakin mencintai dan mempelajari sejarah Nusantara. Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan karya ini di masa mendatang. Semoga perjalanan panjang yang tertulis di sini dapat menjadi pengingat bahwa sejarah adalah guru yang bijak bagi masa kini dan masa depan.

Cianjur, 9 Agustus 2025
Penulis

Ringkasan Puteri Junjung Buih

Nama Lengkap: Maharatu Negara Dipa Puteri Junjung Buih
Gelar: Maharatu Negara Dipa III (1460–1470)
Pendahulu: Lambung Mangkurat
Penerus: Pangeran Suryanata
Suami: Pangeran Suryanata (Majapahit)
Anak:

  1. Maharaja Suryaganggawangsa
  2. Pangeran Suryawangsa
    Agama: Siwa–Buddha Kaharingan

Asal-usul & Penobatan

  • Dalam Hikayat Banjar, Puteri Junjung Buih adalah putri pribumi Kalimantan Selatan, anak Ngabehi Hileer.
  • Ia menjadi saudara angkat Lambung Mangkurat, ditemukan saat Lambung Mangkurat sedang balampah (bertapa) di tepi sungai.
  • Muncul dari buih di permukaan sungai, sehingga diberi nama “Puteri Junjung Buih”.
  • Diangkat menjadi Maharatu (Ratu) Negara Dipa menggantikan Lambung Mangkurat.

Perkawinan Politik

  • Dinikahkan dengan Pangeran Suryanata dari Majapahit sebagai perjanjian politik antara Negara Dipa dan Majapahit.
  • Dari perkawinan ini lahir Maharaja Suryaganggawangsa dan Pangeran Suryawangsa.
  • Dalam versi lain (Hikayat Banjar Resensi II), disebut memiliki anak Pangeran Aria Dewangga yang menikah dengan Puteri Kabuwaringin (putri Lambung Mangkurat).

Legenda & Mitos

  • Dalam mitos pesisir Kalimantan, raja yang sah harus memiliki garis keturunan dari Puteri Junjung Buih.
  • Kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Barat mengklaim sebagai keturunannya.
  • Versi tradisi Kutai: ia adalah istri kedua Aji Batara Agung Dewa Sakti (raja pertama Kutai Kartanegara).
  • Ada kemiripan kisah dengan legenda Dayak Kameluh Putak Bulau dan legenda Kedayan tentang permaisuri Sultan Bolkiah Brunei yang juga “lahir dari buih”.

Kondisi Pemerintahan

  • Sistem pemerintahan Negara Dipa saat itu mirip dengan tata istana Majapahit.
  • Patih Lambung Mangkurat menjadi Mangkubumi yang mengatur pemerintahan sehari-hari.
  • Negeri makmur, ramai perdagangan, dan harga kebutuhan murah.

Garis Silsilah Singkat

  1. Saudagar Jantan
  2. Saudagar Mangkubumi × Sita Rara
  3. Ampu Jatmaka × Sari Manguntu (Raja Negara Dipa I)
  4. Lambung Mangkurat × Dayang Diparaja (Raja Negara Dipa II)
  5. Puteri Junjung Buih × Pangeran Suryanata (Raja Negara Dipa III)
  6. Maharaja Suryaganggawangsa (Raja Negara Dipa V) & keturunannya → melahirkan Raja Negara Daha → Sultan Suriansyah (Banjar pertama yang memeluk Islam).

Ringkasan Lambung Mangkurat

Jabatan: Raja Negara Dipa II (1450–1460), bergelar Ratu Kuripan
Pendahulu: Ampu Jatmaka (ayah)
Penerus: Puteri Junjung Buih
Asal-usul: Putra Maharaja di Candi (Ampu Jatmaka) dan Dewi Sekar Gading
Agama: Hindu


Latar Belakang

  • Ampu Jatmaka adalah saudagar kaya dari negeri Keling (kemungkinan India atau daerah Majapahit) yang mendirikan Kerajaan Negara Dipa di Kalimantan Selatan sekitar tahun 1380–1387.
  • Awalnya berpusat di Candi Laras (Margasari), kemudian pindah ke Candi Agung (Amuntai).
  • Ia menaklukkan penduduk pribumi (Orang Banjar Pahuluan dan Orang Bukit) secara damai, sehingga terbentuk cikal bakal Proto Suku Banjar.

Kisah Pemerintahan Lambung Mangkurat

  • Menggantikan ayahnya sebagai pemangku kerajaan, namun sesuai pesan ayahnya, tidak boleh menobatkan diri sebagai raja karena bukan keturunan langsung raja-raja.
  • Dalam legenda, ia bertapa di tepi sungai dan menemukan Puteri Junjung Buih yang muncul dari buih besar. Puteri ini dinobatkan menjadi Ratu Negara Dipa.
  • Puteri Junjung Buih menikah dengan Raden Putra (Pangeran Suryanata) dari Majapahit sebagai bentuk perjodohan politik.
  • Lambung Mangkurat tetap berperan sebagai Patih Mangkubumi dan memerintah wilayah Kuripan.

Legenda tentang Puteri Junjung Buih & Kembar Patmaraga–Sukmaraga

  • Puteri Junjung Buih sangat dekat dengan keponakan Lambung Mangkurat, yaitu kakak-beradik kembar Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga (anak Empu Mandastana).
  • Karena ramalan bahwa Puteri Junjung Buih berjodoh dengan pangeran dari Jawa, hubungan ini dianggap berbahaya bagi kerajaan.
  • Lambung Mangkurat memutuskan memisahkan mereka, bahkan membunuh kedua kembar itu di Lubuk Badangsanak.
  • Legenda menyebutkan jasad mereka tidak ditemukan, bunga puspa pemberian mereka menghilang, dan keduanya diyakini berada di kayangan.

Peran Diplomatik

  • Dikisahkan Lambung Mangkurat pernah mengunjungi Gajah Mada di Kahuripan untuk menjemput Raden Putra dari Majapahit.
  • Hubungan ini mempererat ikatan politik antara Negara Dipa dan Majapahit.

Silsilah Penting

  1. Ampu Jatmaka × Dewi Sekar Gading
  2. Lambung Mangkurat × Dayang Diparaja
  3. Puteri Huripan × Maharaja Suryaganggawangsa (cucu Puteri Junjung Buih)
  4. Keturunan berikutnya memerintah hingga Raja Negara Daha dan akhirnya melahirkan Sultan Suriansyah, Sultan Banjar pertama yang memeluk Islam.

Siapa Raden Sekar Sungsang?

  • Nama lain: Ki Mas LalanaPanji Agung Rama NataMaharaja Sari Kaburungan (dalam bahasa Maanyan disebut Miharaja Sari Babunangan Unro), dan kadang disebut Panji Suranata.
  • Menurut sebagian versi, ia adalah anak Angkat Brawijaya V (Kertabhumi) dari Majapahit.
  • Menjadi raja pertama Negara Daha (1495–1500), penerus dari Negara Dipa di Kalimantan Selatan.

Perbedaan Versi Sumber Sejarah

Versi Hikayat Banjar Resensi I

  • Ayah: Raden Carang Lalean (cucu Pangeran Suryanata & Putri Junjung Buih).
  • Ibu: Putri Kalungsu (anak Pangeran Suryanata & Putri Junjung Buih).
  • Anak:
    • Raden Sukarama → Maharaja Sukarama (raja berikutnya).
    • Raden Bangawan.
  • Cucu terkenal: Raden Samudra (Sultan Suriansyah), melalui Putri Galuh Baranakan & Raden Mantri Alu.
  • Pangeran Jayadewa (anak Sukarama) kemungkinan sama dengan Uria Gadung (penguasa Tanah Dusun menurut versi Maanyan).

Versi Hikayat Banjar Resensi II / Tutur Candi

  • Ayah: Pangeran Aria Dewangsa (putra ke-3 Pangeran Suryanata).
  • Ibu: Putri Kabu Waringin alias Putri Huripan (putri Lambung Mangkurat).
  • Cerita unik: terjadi perkawinan sedarah (incest) antara Raden Sekar Sungsang dan ibunya → lahir Raden Sira Panji (Uria Gadung versi Maanyan).
  • Juga menikahi Putri Ratna Minasih → punya anak:
    • Putri Ratna Sari (Ratu Lamak) – sempat jadi raja.
    • Ratu Anom (Raden Menteri) – menggantikan Ratu Lamak.
    • Pangeran Singa Gurda (Raden Santang).
  • Saat di Jawa (Giri) sempat punya anak:
    • Panji Sekar (Sunan Serabut) – jadi menantu Sunan Giri.
    • Panji Dekar.

Kisah Masa Kecil (Versi Tutur Candi dan Resensi I)

  • Sejak kecil, Raden Sekar Sungsang tinggal bersama ibunya Putri Kalungsu di Negara Dipa.
  • Pernah dipukul ibunya karena nakal saat minta jawadah (kue), meninggalkan bekas luka di kepala.
  • Ia kemudian lari dan diambil oleh saudagar dari Surabaya, Juragan Balaba, yang membesarkannya.
  • Setelah dewasa dan kaya, ia kembali ke Kalimantan.
  • Tanpa sadar, ia menikahi ibunya sendiri (tidak mengetahui identitas sebenarnya).
    Setelah rahasia terbongkar, mereka berpisah secara terhormat.
  • Raden Sekar Sungsang kemudian mendirikan pusat pemerintahan baru di Negara Daha, sementara ibunya tetap di Negara Dipa.

Peran Penting dalam Silsilah Kesultanan Banjar

  • Dari keturunannya lahir Maharaja Sukarama → kemudian Raden Samudra (Sultan Suriansyah), sultan pertama Banjar yang memeluk Islam.
  • Mempertahankan hubungan politik dan upeti dengan Giri (Jawa Timur).
  • Diduga sudah memeluk Islam saat di Jawa, walaupun kerajaan yang dipimpinnya masih bercorak Hindu.

Silsilah Singkat (Versi Resensi I)

  1. Saudagar Jantan
  2. Saudagar Mangkubumi × Sita Rara
  3. Ampu Jatmaka × Sari Manguntu
  4. Lambu Mangkurat × Dayang Diparaja
  5. Putri Huripan × Maharaja Suryaganggawangsa
  6. Putri Kalarang × Pangeran Suryawangsa
  7. Maharaja Carang Lalean × Putri Kalungsu
  8. Raden Sekar Sungsang (Maharaja Sari Kaburungan)
  9. Maharaja Sukarama
  10. Pangeran Mangkubumi (Raden Paksa) → Pangeran Tumenggung (Raden Panjang) → dst.

Poin Menarik

  • Unsur legenda: kisah incest, pengakuan anak hilang, dan kemampuan gaib beberapa keturunan.
  • Kontroversi sejarah: perbedaan silsilah di dua versi utama (Resensi I & II).
  • Hubungan Majapahit – Banjar: tokoh ini sering dikaitkan sebagai keturunan langsung Brawijaya V.
  • Transisi agama: dari Hindu ke Islam sebelum era Sultan Suriansyah.
  • Perubahan pusat kerajaan: dari Negara Dipa (Amuntai) ke Negara Daha (dekat Nagara sekarang).

  1. Raden Sukarama menjadi Raja:
    • Setelah menjalani upacara bardudus (semacam upacara penyucian atau pelantikan), Raden Sukarama resmi menjadi raja.
    • Ia memakai mahkota kerajaan dan menjalankan adat seperti para raja pendahulunya.
    • Setiap hari Sabtu, ia mengadakan pertemuan resmi dengan para menterinya di balairung kerajaan (sitilohor).
    • Upacara kerajaan tetap dijalankan lengkap dengan musik istana: galaganjur Si Rabut Paradah dan rancakan Si Rarasati dipalu/dimainkan.
  2. Pemerintahan Berjalan Baik:
    • Aria Taranggana, seorang pejabat tinggi (mangkubumi), melaksanakan semua perintah pemerintahan, seperti halnya Lambu Mangkurat dahulu.
    • Raden Bangawan, meskipun saudara raja, tidak mengganggu jalannya pemerintahan. Bahkan, ia turut serta menjalankan perintah kerajaan dengan suka hati.
    • Maka, pemerintahan Maharaja Sukarama pun berjalan dengan makmur.
  3. Anak-anak Maharaja Sukarama:
    • Ia memiliki empat anak laki-laki dari ibu yang berbeda:
      • Raden Paksa → Pangeran Mangkubumi
      • Raden Panjang → Pangeran Tumanggung
      • Raden Bali → Pangeran Bagalung
        • Ia istimewa: rambutnya tidak bisa dipotong, tubuhnya kebal.
      • Raden Mambang → Pangeran Jayadewa
        • Ia memiliki kekuatan gaib: bisa “mengudara”, pergi menghilang selama beberapa hari.
        • Ia punya anak dengan seorang perempuan bernama Putri Galuh Baranakan, tetapi anaknya lemah secara spiritual (mata banor-banor: tidak kuat bertapa).
  4. Keturunan Lain:
    • Raden Bangawan (saudara raja) punya anak laki-laki: Raden Manteri Alu.
    • Raden Manteri Alu menikah dengan Putri Galuh Baranakan (janda Pangeran Jayadewa), yang sebelumnya adalah pasangan Raden Mambang.
    • Mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Raden Samudra, yang disambut dengan sukacita oleh Raja Sukarama dan keluarga.
  5. Kematian dan Asuhan Raden Samudra:
    • Setelah Raden Samudra lahir dan disapih (berhenti menyusu), ibunya wafat.
    • Tidak lama kemudian, ayahnya (Raden Manteri Alu) juga wafat.
    • Raden Samudra kemudian diasuh langsung oleh kakeknya, Maharaja Sukarama.
    • Setelah itu, kakek lainnya, Raden Bangawan, juga jatuh sakit dan meninggal dunia.

Catatan Penting:

  • Raden Samudra adalah tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Banjar, yang nantinya dikenal sebagai Sultan Suriansyah, sultan pertama Banjar yang masuk Islam.
  • Cerita ini adalah bagian dari silsilah legendaris dan sejarah tradisional Banjar, yang sering dikisahkan dalam bentuk lisan atau teks hikayat dengan gaya sastra lama.
  • Frasa seperti mata banor-banormaambah gagana, dan hilang maudara menggambarkan unsur gaib atau spiritual dalam narasi sejarah tradisional.