📜 Sebuah Telaah Historis-Arkeologis atas Lambang Kehormatan Kolonial dalam Kesultanan Banjar (1825–1862)

đź”— Baca Artikel Lengkap
Pada paruh pertama abad ke-19, lanskap kekuasaan di wilayah Kalimantan Selatan tidak hanya diramaikan oleh kontestasi internal elite bangsawan Kesultanan Banjar, tetapi juga oleh intervensi simbolik kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Salah satu aspek paling mencolok dari penetrasi kolonial ini adalah pemberian dan penggunaan regalia kehormatan dalam bentuk medali dan bintang kebesaran Eropa oleh para Sultan Banjar, khususnya Sultan Adam al-Watsiq Billah (1825–1857) dan penerusnya, Pangeran Mangkubumi Sultan Tamjidilah II dan Pangeran mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II (1857–1859).

Potret resmi para penguasa Banjar pada masa ini menampilkan citra elite lokal yang mengenakan serangkaian lambang kehormatan kolonial: deretan medali, salib, dan bintang pancaran sinar khas militer Eropa. Keberadaan simbol-simbol ini membuka ruang tafsir historis yang kaya, khususnya melalui pendekatan heraldik, semiotik politik, dan arkeologi visual.
🔍 Konteks Historis dan Politik Simbolik
Dalam relasi yang dibangun pasca Perjanjian Karang Intan (1826), Sultan Adam sebagai penguasa Banjar mulai memasuki arena diplomasi kolonial melalui model pengakuan simbolik yang diwujudkan dalam pemberian tanda kehormatan dari Kerajaan Belanda. Regalia ini, sebagaimana lazim dalam sistem monarki Eropa, bukan sekadar ornamen pribadi, melainkan alat legitimasi politik dalam kerangka hubungan pusat-pinggiran (core-periphery) kolonial.
Setelah wafatnya Sultan Adam 1 November 1857, peran strategis dilanjutkan oleh Pangeran Mangkubumi Sultan Tamjidilah II dan Pangeran mangkubumi Sultan Ratu Anom Wirakusuma II (1857–1859) yang sebagai wali sultan dan pemegang kekuasaan de facto tetap mempertahankan estetika kebesaran tersebut dalam berbagai penampilan resmi, termasuk dalam dokumentasi visual dan korespondensi diplomatik.
đź§© Identifikasi Heraldik: Lambang, Medali, dan Orde Kebesaran
Melalui studi ikonografi dan komparasi heraldik dengan sistem penghargaan Eropa abad ke-19, dapat dikenali beberapa lambang kehormatan yang melekat pada busana kebesaran Sultan Banjar, antara lain:
- Orde Singa Belanda (Orde van de Nederlandse Leeuw)
→ Diberikan oleh Kerajaan Belanda kepada tokoh lokal yang dinilai berjasa dalam mendukung stabilitas kolonial dan menjaga keteraturan administratif di wilayah jajahan. - Tanda Kehormatan Kolonial Bergaya Militer Eropa
→ Berbentuk salib bersayap dengan pita segitiga—kemungkinan derivatif dari Orde St. Michael atau Orde Militer lainnya yang dimodifikasi dalam konteks kolonial. Fungsi simbolik utamanya adalah menandai loyalitas politik terhadap struktur kolonial Hindia Belanda. - Bintang Pancaran Cahaya (Grand Star)
→ Lazim dikenakan di bawah dada kiri dan menjadi simbol status tertinggi dalam sistem ordo kehormatan, menandai penguasa lokal sebagai “mitra sah” Kerajaan Belanda.
đź§ Tafsir Semiotik: Tiga Lapisan Makna Regalia Kolonial
Simbol-simbol kehormatan tersebut tidak dapat dipahami hanya sebagai aksesoris seremonial. Dalam kajian semiotik kekuasaan dan teori representasi, setidaknya terdapat tiga lapisan makna:
- Legitimasi Politik
→ Lambang kehormatan ini menegaskan bahwa Sultan atau Pangeran Banjar memperoleh status pengakuan sebagai pemimpin yang sah, baik dalam adat lokal maupun dalam kerangka hukum kolonial. - Instrumen Diplomatik
→ Medali dan bintang kehormatan berfungsi sebagai media rekonsiliasi antara elite lokal dan kekuasaan kolonial, khususnya dalam meredam potensi resistensi melalui strategi penghormatan simbolik. - Simbol Kesetiaan
→ Dalam narasi kolonial, regalia ini merupakan alat propaganda untuk menunjukkan loyalitas penguasa pribumi terhadap agenda kolonisasi dan administrasi Belanda.
📚 Kesimpulan Historis-Arkeologis
Pemakaian lambang kehormatan kolonial oleh Sultan Adam dan penerusnya bukan semata bentuk asimilasi budaya simbolik, melainkan representasi kompleks atas pertautan dan pertarungan kuasa antara adat istiadat kerajaan Banjar dan struktur hegemonik kolonial Eropa. Regalia tersebut menjadi artefak visual yang menandai pergeseran paradigma kedaulatan lokal menuju integrasi dalam sistem kekuasaan modern yang dikonstruksi oleh kolonialisme.
Melalui pendekatan arkeologi visual sejarah, medali dan ordo kebesaran ini tidak hanya memuat narasi personal para sultan, melainkan juga merekam transformasi struktur kekuasaan, resistensi yang dibungkam melalui diplomasi simbolik, dan negosiasi elite lokal dalam mempertahankan otoritas di tengah tekanan kekuatan global.
📎 Artikel lengkap tersedia di:
https://wp.me/p4lIKA-1KL
#KesultananBanjar #SultanAdam #Wirakusuma #ArkeologiVisual #HeraldikKolonial #SemiotikSejarah
#RegaliaKolonial #OrdeSingaBelanda #SejarahBanjar #MedaliKolonial #RepresentasiKekuasaan
#DiplomasiSimbolik #SejarahIndonesia #BudayaBanjar #WarisanKolonial #HistoriografiNusantara
#PakaianKebesaran #KekuasaanLokal #KolonialismeBelanda #NarasiKekuasaan #KajianHeraldik